Ikhtisar:Ekonomi Indonesia dapat memasuki resesi pada kuartal ketiga karena pemerintah bergerak untuk mempercepat pengeluaran stimulus untuk meredam dampak ekonomi dari pandemi coronavirus.
Ekonomi Indonesia dapat memasuki resesi pada kuartal ketiga karena pemerintah bergerak untuk mempercepat pengeluaran stimulus untuk meredam dampak ekonomi dari pandemi coronavirus.
Produk domestik bruto negara itu (PDB) diperkirakan berkontraksi 3,8 persen pada kuartal kedua dan dapat menyusut lebih jauh 1 persen atau tumbuh 1,2 persen pada kuartal ketiga, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Jika ekonomi menyusut pada kuartal ketiga, itu akan menandai resesi pertama Indonesia sejak krisis keuangan Asia 1998. Resesi terjadi ketika ekonomi menyusut dalam dua kuartal berturut-turut.
“Prospek ekonomi Indonesia sekarang akan tergantung pada kemampuan untuk merangsang pemulihan setelah penurunan drastis dalam kegiatan ekonomi,” menteri keuangan mengatakan kepada anggota parlemen dalam sidang pada hari Kamis. Dia mengatakan dia memperkirakan PDB akan tumbuh antara 1,6 dan 3 persen pada kuartal keempat.
Ekonomi negara itu tumbuh 2,97 persen pada kuartal pertama, tingkat paling lambat dalam 19 tahun, karena pandemi COVID-19 menyebabkan penurunan besar dalam pengeluaran rumah tangga dan pertumbuhan investasi.
Pemerintah memperkirakan PDB akan berkontraksi 0,4 persen tahun ini di bawah skenario terburuk atau tumbuh 1 persen di bawah skenario baseline, dengan pertumbuhan paruh kedua diperkirakan berkisar antara 0,3 dan 2,2 persen.
Pejabat pemerintah sekarang mencari untuk mempercepat pengeluaran untuk meningkatkan pemulihan ekonomi dan memperkuat respon virus negara setelah menerima kritik dari Presiden Joko “Jokowi” Widodo serta dari komunitas bisnis dan kesehatan untuk lambatnya pencairan dana stimulus.
“Kami akan mempercepat pengeluaran negara di babak kedua untuk mengurangi dampak COVID-19,” Sri Mulyani melanjutkan dengan mengatakan, menambahkan bahwa kementerian pemerintah dan pemerintah daerah sekarang bergerak untuk mempercepat pencairan dana negara.
Menurut data kementerian, belanja negara mencapai total Rp 1,06 kuadriliun pada semester pertama tahun ini, sama dengan hanya 39 persen dari target tahun ini dan peningkatan 3,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pengeluaran pemerintah pusat naik 6 persen tahun-ke-tahun (yoy) menjadi Rp668,5 triliun, sama dengan 33 persen dari target tahun ini, karena pengeluaran sosial meningkat.
Sementara itu, pendapatan negara hanya mencapai Rp811,2 triliun pada semester pertama tahun ini, turun 9,8 persen, karena jatuhnya pendapatan pajak karena pandemi tersebut memengaruhi berbagai sektor ekonomi dan merosotnya pendapatan nontax menyusul penurunan harga komoditas. Pendapatan negara di paruh pertama menyumbang 47,7 persen dari target tahun ini.
Akibatnya, defisit anggaran mencapai 1,57 persen dari PDB pada semester pertama, masih di bawah ekspektasi pemerintah sebesar 6,34 persen tahun ini.
Sri Mulyani mengatakan sebelumnya bahwa beberapa masalah administrasi telah menghambat pencairan dana negara dan berjanji untuk mengatasi masalah ini.
Sementara pengeluaran pemerintah menyumbang kurang dari 10 persen dari PDB Indonesia, ia memiliki efek berganda pada berbagai komponen ekonomi, seperti pengeluaran rumah tangga dan investasi, karena bantuan sosial dapat meningkatkan daya beli, sementara pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa membantu mendukung permintaan untuk bisnis, di antara faktor-faktor lain.
Direktur Pusat Reformasi Ekonomi (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan kepada The Jakarta Post pada hari Kamis bahwa pemerintah harus bergerak cepat untuk menghidupkan kembali perekonomian dengan menyalurkan insentif fiskal yang dijanjikannya.
“Kami tidak dapat menghindari resesi tetapi kami masih dapat menghindari krisis ekonomi di mana sejumlah besar bisnis bangkrut,” katanya.
Pemerintah telah mengalokasikan Rp 695,2 triliun untuk paket-paket stimulus untuk mengurangi dampak kesehatan, sosial dan ekonomi dari pandemi ini.
Pada sidang yang sama dengan anggota parlemen, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berjanji untuk memberikan stimulus moneter lebih lanjut dan mendorong program pembelian obligasi untuk membantu pemerintah memenuhi kebutuhan anggarannya.
“Kami masih memiliki ruang untuk penurunan suku bunga dan pelonggaran kuantitatif,” kata gubernur bank sentral.
Pemerintah dan bank sentral telah menyetujui skema obligasi $ 40 miliar sebagai bagian dari program pembagian beban untuk meningkatkan perekonomian dan mengurangi beban utang pemerintah.